hari ini tepat pukul 00.40. hari ini pun hari terakhir di bulan dan ditahun ini.
aku si wanita muda, masih belia, hanya saja tidak belasan lagi.
aku memandangi dua buah loyang kue pisang keju yang kubuat, harum, melambai-lambai didepan indra penciumanku. hari ini pula aku baru tahu bahwa orang yang awalnya menggebu-gebu ingin tinggal dan berkuliah dijakarta kabur.
entah harus senang atau sedih, entah!
dia pergi seperti orang yang sudah direpotkan oleh keluargaku, padahal ini memang rumah kami, bukan rumahnya. dia pergi tanpa ada aba-aba atau pemberitahuan basa-basi pada orang tuaku.
hanya menghilang, tanpa menyisakan pakaian apapun, dan tanpa perkataan apapun.
dia pergipun seharusnya memang tidak berdampak apapun, selagi dia dirumah tetap aku yang melakukan pekerjaan rumah.
Aneh saja, apa memang dari dulu dia hanya menganggap rumah kami ini rumah singgahnya? seenaknya saja tanpa ada rasa?
ah, peduli amat dengannya. hidupnya dia yang kuasai, dia mau seperti apa dia yang pikirkan, sudah dewasa ini. batinku.
aku hanya takut beberapa hal, takut seminggu ketika dia keluar dari rumah tanpa pamit ada temannya yang menagih uang kerumah dengan mengatakan dia meminjam uang pada temannya. takut 1 bulan kemudian ada temannya yang datang kerumah dan berkata hape-nya hilang diambil olehnya, dan yang paling aku tak mau bayangkan adalah dia ditipu oleh laki-laki yang salah sambung dan diladeninya, ke,udian datang kerumah sudah mengandung. (yang terakhir itu sangat amat sinetron). poin satu dan dua pernah terjadi ketika dia masih tinggal dirumah.
Tuhan yang tahu kenapa dia seperti itu, biarlah, anggap saja dia sedang berkelana, dan mudah-mudahan ketika dia letih dia tidak pulang kerumah orang tuaku, tapi kerumah orang tuanya. sorry, orang tuanya pun tidak punya rumah. rumah yang ditempatinya adalah rumah nenekku yang dulu sempat digadaikan oleh adik ayahku, kemudian telah ditebus oleh ayahku.
tulisanku diatas memang terlihat angkuh sekali. aku belum bisa membuat apa-apa untuk diriku, terlebih orangtuaku. aku hanya belajar bagaimana cara memberi kepada orang lain dengan tulus dari orang tuaku.
aku ingin lulus, untuk kado ketulusan orang tuaku Tuhan. ku tahu Tuhan yang tuntun aku :)
Jumat, 30 Desember 2011
Sabtu, 10 Desember 2011
Desember
"hai..." kataku menyapa seorang anak kecil. dia membalasku dengan tersenyum.
"sedang apa sendirian disini? boleh kakak duduk disini?" kataku bertanya kembali.
"boleh, duduk aja. aku ya lagi duduk-duduk aja disini" katanya singkat.
kami terdiam, yang ada dalam benakku hanya satu, anak seusia seperti ini sudah berani duduk sendirian dipinggir jalan, entah untuk menunggu siapa atau untuk menghabiskan waktu luang. tatapan matanya tajam sekali mengarah kedepan, entah apa yang ia lihat. hanya mobil yang berlalu lalang dan orang-orang yang sibuk ingin tiba dirumah secepatnya. aku hanya bisa menyaksikan awan yang seharusnya terlihat senja justru malah gelap oleh deru dan asap dari kendaraan umum yang berlalu-lalang. dia amat tenang, diam terkadang terlihat seperti memperhatikan satu hal kemudian mulai memperhatikan sekeliling.
aku memulai pembicaraan kembali.
"jam segini, kamu ga pulang? ga takut cariin sama orang tua?" kataku.
"aku udah ga punya orang tua ka..." katanya tersenyum manis sekali.
"maaf ya dek, kakak ga tahu..."
"gpp kok kak, aku aja mungkin sudah hampir lupa rupa dari orang tuaku.." katanya dengan senyum mengembang.
aku diam. bingung mau menanggapi apa.
dia melihatku dan mulai bertanya "kakak sendiri kenapa tidak pulang"
"jam segini masih macet, kakak lebih suka mengunggu sebentar, tidak usah desak-desakan dan tidak harus berlari-larian untuk mengejar kendaraan" kataku simple.
dia semakin tersenyum, "kakak itu persis seperti abangku, rela pulang lebih malam dan sampai dirumah lebih malam untuk menghindari macet"
"ohh, iyaa? memang jakarta ini harusnya kita sebut kota tua dijalan, perjalanan mendominasi waktu kita memulai segala sesuatunya" kataku
"ini pertama kalinya aku mencoba memperhatikan banyak orang yang sibuk dan bersikeras memasuki kendaraan yang memang tidak muat lagi, lucu rasanya" katanya berlagak sok tua.
"memang kamu pernah naik bus atau angkutan umum dari sini?"
"belum"
"pantas, kesan pertamamu terlihat begitu menakjubkan"
"tapi itu lebih menyenangkan dari pada harus terus sendirian, dan kesepian"
aku hanya tersenyum dan berkata dalam hati, "kamu bijak sekali"
"sedang apa sendirian disini? boleh kakak duduk disini?" kataku bertanya kembali.
"boleh, duduk aja. aku ya lagi duduk-duduk aja disini" katanya singkat.
kami terdiam, yang ada dalam benakku hanya satu, anak seusia seperti ini sudah berani duduk sendirian dipinggir jalan, entah untuk menunggu siapa atau untuk menghabiskan waktu luang. tatapan matanya tajam sekali mengarah kedepan, entah apa yang ia lihat. hanya mobil yang berlalu lalang dan orang-orang yang sibuk ingin tiba dirumah secepatnya. aku hanya bisa menyaksikan awan yang seharusnya terlihat senja justru malah gelap oleh deru dan asap dari kendaraan umum yang berlalu-lalang. dia amat tenang, diam terkadang terlihat seperti memperhatikan satu hal kemudian mulai memperhatikan sekeliling.
aku memulai pembicaraan kembali.
"jam segini, kamu ga pulang? ga takut cariin sama orang tua?" kataku.
"aku udah ga punya orang tua ka..." katanya tersenyum manis sekali.
"maaf ya dek, kakak ga tahu..."
"gpp kok kak, aku aja mungkin sudah hampir lupa rupa dari orang tuaku.." katanya dengan senyum mengembang.
aku diam. bingung mau menanggapi apa.
dia melihatku dan mulai bertanya "kakak sendiri kenapa tidak pulang"
"jam segini masih macet, kakak lebih suka mengunggu sebentar, tidak usah desak-desakan dan tidak harus berlari-larian untuk mengejar kendaraan" kataku simple.
dia semakin tersenyum, "kakak itu persis seperti abangku, rela pulang lebih malam dan sampai dirumah lebih malam untuk menghindari macet"
"ohh, iyaa? memang jakarta ini harusnya kita sebut kota tua dijalan, perjalanan mendominasi waktu kita memulai segala sesuatunya" kataku
"ini pertama kalinya aku mencoba memperhatikan banyak orang yang sibuk dan bersikeras memasuki kendaraan yang memang tidak muat lagi, lucu rasanya" katanya berlagak sok tua.
"memang kamu pernah naik bus atau angkutan umum dari sini?"
"belum"
"pantas, kesan pertamamu terlihat begitu menakjubkan"
"tapi itu lebih menyenangkan dari pada harus terus sendirian, dan kesepian"
aku hanya tersenyum dan berkata dalam hati, "kamu bijak sekali"
Langganan:
Postingan (Atom)