Senin, 08 April 2013

Belaian yang Memabukkan

Hari ini adalah hari dimana para pencari jodoh bertemu, memilah-milih pasangan yang mereka kira cocok dan mungkin akan menjadi masa depan mereka. Sebut saja pesta tersebut pesta kaum lajang. Aku yang sedang sibuk mengenakan pakaian apa dipesta itu masih menimang-nimang di depan lemari pakaianku. Masih ada 3 gaun yang belum pernah aku pakai, aku memegang daguku, menimbang-nimbang dan menilai sesuka hatiku, dan berusaha menetapkan pilihanku.

Setelah siap dengan pakaian pilihanku, seekdress berwarna biru dongker, berleher rendah dengan panjang tangan yang hanya separuh dari panjang tanganku. Rambutku kugelung dengan rapi dan membiarkan sedikit anak rambut berjatuhan di bagian leher dan di dekat telinga. Aku menggunakan sedikit riasan diwajah dengan menggunakan blush on coklat pucat pada pipiku, dengan lipstik pink soft yang melapisi bibirku sehingga terkesan segar. aku menampirkan sebuah liontin di leherku yang tidak begitu jenjang.

Pemilihan sepatu berwarna emas dan tas berwarna emas niscaya menarik perhatian setiap orang yang memandangku. Aku berjalan dengan anggun memasuki ruangan pesta kaum lajang. Berupaya menarik perhatian dengan menyapa temanku yang masih lajang juga, sambil menunggu tawaran untuk berdansa. Selang beberapa menit ada yang langsung menarikku ke lantai dansa, tapa meminta. ya tanpa meminta.

Aku kesal, namun tubuhku tak berdaya dan berusaha bermimik biasa saja didepan teman-temanku. Dengan lihai dia menempatkan salah satu tangannya di pinggangku, dan tangan yang lain memaksa tanganku untuk memegang pundaknya dan kemudian merapatkan genggaman tangannya yang tersisa dengan tanganku. Kami terlihat begitu lihai meliuk-liuk dalam alunan musik waltz.

"Kau cantik, menawan"
"Hanya itu? hahaha" kataku jengkel.
"Aku hanya pernah melihatmu sekali, dan kau terlihat sangat angkuh, kemudian kau menarikku begitu saja tanpa meminta izin terlebih dahulu? dasar pria!" kataku semakin jengkel.
"Aku pikir kau menyukai kejutan, terbukti dengan tidak adanya penolakan darimu" katanya sambil menyeringai.
aku terdiam, berusaha hanya fokus pada alunan musik dan gerakan badanku.
"Kau sungguh marah padaku?" katanya memulai pembicaraan kembali.
"Menurutmu? aku terlihat seperti apa? marah atau jengkel?"
"Kau seperti...bidadari.." katanya berbisik di telingaku.

Jantungku memacu lebih cepat, mukaku merona, namun aku ingat betapa menjengkelkannya dirinya. Aku diam tetap setia pada alunan lagu.

"Kenapa diam, aku berkata jujur, sayangku~" katanya dengan lebih lembut.
"Diamlah, cukup selesaikan saja dansa kita dan bersikaplah tidak pernah berdansa denganku."

Musik berhenti, mengganti dengan dentingan yang lainnya, aku menyudahi perdansaan kami dan berjalan menuju sudut ruangan untuk mengambil minuman. Dengan sigapnya kau mengambilkan minuman untukku, antara jengkel senang dan kesal bercampur satu dalam perasaanku.

"terimakasih, tapi aku mampu mengambilnya sendiri" kataku begitu ketus.
"Cantik, mengapa kau begitu ketus padaku, aku tak pernah melakukan hal yang membuatmu sebenci itu pada diriku" katanya selembut sutra.
"Kau memang pria angkuh, sampai tindakan mu saja kau lupa. Aku melihatmu memaki tunawisma dijalan!" kataku sedikit keras.
"ya ampun sayangku~, perbuatanku itu hanya untuk menakutinya sehingga tidak mengotori tempatku, hal tersebut sudah beberapa kali aku bicarakan padanya, dan dia tidak mendengar. Kau memperhatikanku? di tempat yang begitu ramai?" katanya menyeringai, menggodaku.
"Tidak, aku hanya kebetulan sedang melewatinya, tidak ada niatku untuk memandangimu dengan keangkuhanmu" kataku terbata.
"Kau memang memesona, dalam ronamu saja aku merasa terbuai" katanya sambil membelai pipiku yang merona.

Aku menepiskan tanggannya, berharap dia tidak melihat kegugupanku dalam belaiannya. Aku mulai mendamba. Lelaki yang selalu kupandangi dari jauh sekarang sudah sedekat ini denganku. Lelaki yang membuatku terlena dengan pesonanya sedang sedekat ini denganku. Lelaki yang juga membuatku memudarkan semua rasaku karna kekasarannya  pada orang lain.

Dengan seringainya Dia kembali menggodaku, membelai ujung rambutku dan tertawa dengan lebut. Aku malu, merona dan menunduk untuk menutupi rona merah pada pipiku.
"Jangan menunduk sayangku, kamu terlalu cantik untuk menutupi segala yang kau punya" katanya dengan menangkupkan ibu jarinya pada daguku dan membelai dengan lembut.

Tanpa perlawanan aku menatapnya, memberikan kesempatan pada belaian yang lainnya. Aku merasa mulai mabuk pada setiap sentuhan kulitnya pada kulitku. Kami tertawa, membicarakan banyak hal dan diselingi belaian lembut telapak tanganmu pada pundakku. Permulaan yang menyenangkan, dan membuat hati kami melebur menjadi satu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar